Wednesday 27 January 2016

Zakat Ternak

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Zakat merupakan rukun Islam yang ke empat yang berfungsi sebagai ungkapan rasa syukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah SWT akan harta yang kita miliki. Harta dikelompokkan menjadi bermacam-macam jenis, salah satunya adalah binatang ternak. Zakat binatang ternak dapat berupa zakat unta, zakat sapi, zakat kambing, dan zakat kuda atau himar. Pemberian zakat dilakukan berdasakan ketentuan nisab, dimana jumlah binatang ternak yang wajib dizakati harus sudah mencapai nisabnya.
Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis akan mengulas lebih jelas mengenai zakat binatang ternak dalam makalah ini.

B.Rumusan Masalah
1.Bagaimana bentuk klasifikasi binatang ternak?
2.Bagaimana persyariatan zakat binatang ternak?
3.Apa saja syarat wajib zakat binatang ternak?
4.Apa saja jenis binatang ternak yang wajib dizakati dan berapa nisabnya?

BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Zakat Ternak
Zakat adalah kewajiban seseorang terhadap harta yang berada dalam tanggungannya jika telah mencapai satu Nishob. Kewajiban ini tidak berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk menunaikannnya atau tidak, karena kemampuan ini adalah syarat untuk membayar zakat. Yang dimaksud dengan binatang ternak adalah unta, sapi betina, dan kambing. Sapi betina mencakup kerbau, dan kambing dalam segala jenis. Para ulama' sepakat dalam menetapkan wajib zakat terhadap binatang-binatang yang tersebut, tetapi berselisih faham tentang binatang yang macam mana dari binatang-binatang itu yang terhadapnya diwajibkkan zakat. Mereka semua sepakat menetapkan zakat wajib terhadap unta, lembu, kerbau, kambing dan biri-biri. Kemudian kebanyakan mereka menetapkan, bahwa binatang-binatang yang tersebut terhadapnya diwajibkan zakat jika binatang-binatang itu mencari makan sendiri dengan pengembalaan. Adapun jika diberi makan si pemilik umpamanya, atau dipekerjakan tidak ada zakat terhadapnya. Demikian pendapat Imam Abu Hanifah, As Syafi'i dan Ahmad. Kata imam Abu Hanifah dan Ahmad: binatang yang dikembala dalam sebagian tahun, terhadapnya wajib zakat. Kata As Syafi'i: binatang yang wajib zakat adalah binatang yang dikembala sepanjang tahun.

B.Syarat-syarat Mengeluarkan Zakat

1)Sampai Nishab 
Binatang ternak yang dikeluarkan zakatnya harus mencapai jumlah tertentu, yaitu sampai nishabnya (batas minimal dikenakan zakat), tidak hanya asal sudah mempunyai beberapa ekor, sudah dikenakan zakat.

2)Haul (telah dimiliki selama satu tahun)
Binatang ternak itu dikeluarkan zakatnya sesudah mencapai usia satu tahun. Ketentuan ini berlaku berdasarkan praktik yang telah berlaku, yang pernah dilaksanakan oleh rosulullah dan khulafaurrasyiddin.

3)Binatang Gembalaan
Binatang gembalaan tidak sepenuhnya makanannya dari sipemilik karena setiap hari dilepas di lapangan dan tidak begitu memberatkan pemilik dalam pembiayaan. Dan dalam masalah pembiayaan ini jelas Berbeda dengan hewan yang hidupnya di kandang.

4)Tidak Dipekerjakan
Binatang ternak yang dipergunakan pemiliknya untuk kepentingan pemiliknya, tidak dikenakan zakatnya, seperti untuk menggarap tanah pertanian, untuk angkutan, dan untuk mengambil air sebagai sarana irigasi. Pendapat diatas berbeda dengan pendapatnya imam Malik yang mengatakan bahwa meskipun hewan ternak tersebut dalam kandang atau di lepas masih dikenakan zakatnya.

C.Jenis Binatang Ternak yang Wajib Dizakati dan Nisabnya                                             
1.Zakat Unta
•Apabila syarat-syarat diwajibkannya zakat atas unta telah terpenuhi, maka dalam setiap lima unta zakatnya adalah satu kambing, dalam sepuluh unta adalah dua kambing, dalam lima belas unta adalah tiga kambing, dan dalam dua puluh unta adalah empat kambing.
•Apabila jumlah unta mencapai dua puluh lima ekor, maka zakat yang wajib dikeluarkan adalah unta betina yang berumur satu tahun dan memasuki umur dua tahun atau yang disebut bintu makhaadh. Dinamakan bintu makhaadh karena biasanya induknya telah hamil lagi. Akan tetapi, hamilnya induk tidak menjadi syarat dinamakannya anak unta tersebut sebagai bintu makhaadh.
•Apabila tidak ditemukan bintu makhaadh, maka boleh dibayar dengan unta jantan yang berumur dua tahun dan memasuki umur tiga tahun atau disebut juga dengan ibnu labun. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a. bahwa Rasulullah bersabda, “Apabila tidak ada unta betina yang berumur satu tahun dan memasuki umur dua tahun sebagai zakat, maka dibayar dengan unta jantan yang berumur dua tahun dan memasuki umur tiga tahun (ibnu labun).” (HR Abu Dawud)
•Apabila jumlah unta mencapai tiga puluh enam ekor, maka zakat yang wajib dikeluarkan adalah unta betina yang berumur dua tahun dan memasuki umur tiga tahun atau disebut juga bintu labun. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a dari Rasulullah, yang diantara isinya adalah : “Apabila jumlah unta mencapai tiga puluh enam hingga empat puluh lima ekor, maka zakat yang wajib dikeluarkan adalah unta betina yang berumur dua tahun dan memasuki umur tiga tahun.”

Hal ini juga sudah menjadi kesepakatan para ulama (Ijma’).
Bintu labun adalah unta betina yang berumur dua tahun. Penamaan ini adalah berdasarkan umurnya, juga karena biasanya induknya telah melahirkan kembali sehingga mempunyai susu lagi. Akan tetapi, ini bukanlah syarat dinamakan unta betina yang berumur dua tahun sebagai bintu labun, melainkan ini merupakan definisi umum baginya.
•Apabila jumlah unta mencapai empat puluh enam ekor, maka zakat yang wajib dikeluarkan adalah haqqah, yaitu unta yang genap berumur tiga tahun. Dinamakan haqqah karena dalam umur ini unta betina sudah layak dikawini, mengandung, dan ditunggangi.
•Apabila jumlah unta mencapai jumlah enam puluh satu ekor, maka zakat yang wajib dikeluarkan adalah jadz’ah, yaitu unta yang genap berumur empat tahun. Dinamakan jadz’ah, karena dalam umur ini gigi unta mulai ada yang tanggal.

Dalil kewajiban mengeluarkan jadz’ah sebagai zakat dari jumlah di atas adalah hadits yang terdapat dalam kitab sahih bahwa rasulullah bersabda,
“Apabila jumlah unta mencapai enam puluh satu hingga tujuh puluh lima ekor, maka zakat yang wajib dikeluarkan adalah unta yang berumur empat tahun (jadz’ah).”
     Para ulama juga telah sepakat akan hal ini.
•Apabila jumlah unta mencapai tujuh puluh enam ekor, maka zakat yang wajib dikeluarkan adalah dua ekor unta betina yang berumur dua tahun. Hal ini sebagaimana tedapat dalam hadist sahih yang di dalamnya disebutkan,  “Apabila jumlah unta telah mencapai tujuh puluh enam hingga Sembilan puluh ekor, maka zakatnya adalah dua unta betina yang berumur dua tahun.”
Dan ini juga merupakan ijma’ para ulama.
•Apabila jumlah unta mencapai Sembilan puluh satu ekor, maka zakat yang wajib dikeluarkan adalah dua ekor unta yang umurnya genap tiga tahun (haqqah). Hal ini berdasarkan hadist sahih yang diantara isinya adalah, “Jika jumlah unta mencapai sembilan puluh satuhingga seratus dua puluh ekor, maka zakatnya adalah dua haqqah yang dapat dikawini oleh pejantan.”
•Apabila jumlah unta lebih satu dari seratus dua puluh ekor, maka zakat yang wajib dikeluarkan adalah tiga ekor unta betina yang berumur dua tahun. Hal ini berdasarkan hadits tentang bentuk-bentuk sedekah yang diantara isinya, “Apabila jumlah unta lebih dari seratus dua puluh ekor, maka dalam setiap tambahan lima puluh ekor, zakat yang wajib dikeluarkan adalah satu ekor unta betina yang berumur tiga tahun. Apabila lebihnya adalah empat puluh ekor, maka zakat yang wajib dikeluarkan adalah satu ekor unta betina yang berumur dua tahun. Kemudian dalam setiap tambahan empat puluh ekor, zakat yang wajib dikeluarkan adalah satu ekor unta betina yang berumur dua tahun. Dan, dalam setiap tambahan lima puluh ekor, zakat yang wajib dikeluarkan adalah satu ekor unta betina yang berumur tiga tahun.”

2.Zakat sapi
•Kewajiban zakat atas sapi merupakan ketetapan nash dan ijma’ para ulama. Dalam Shahih Bukhari dan Muslim diriwayatkan dari Jabir r.a. bahwa Rasulullah bersabda, “Setiap pemilik unta, sapi, kambing yang tidak dapat menunaikan zakat dari ketiganya, maka pada hari Kiamat akan datang kepadanya hewan ternaknya yang paling besar dan paling gemuk, yang akan menanduknya dan menginjaknya.”
Diriwayatkan dari Ahmad dan Tirmidzi dari Mu’adz bin Jabal r.a. bahwa ketika Rasulullah mengutusnya ke Yaman, beliau memerintahkannya untuk mengambil zakat dari sapi. Yaitu dari setiap tiga puluh ekor sapi, zakatnya adalah satu ekor sapi yang berumur satu tahun dan memasuki umur dua tahun. Dan, dari setiap empat puluh ekor sapi, zakatnya adalah satu ekor sapi yang giginya sudah lengkap.
•Apabila jumlah sapi mencapai tiga puluh ekor, maka zakatnya adaah sapi jantan atau sapi betina yang berumur satu tahun dan memasuki umur dua tahun, yang disebut juga dengan tabi’i atau tabii’ah. Dinamakan demikian karena pada umur tersebut sapi masih mengikuti induknya untuk merumput.
•Apabila jumlahnya lebih sedikit dari tiga puluh ekor, maka tidak ada zakat yang wajib dikeluarkan. Hal ini sebagaimana diterangkan dalam hadits yang diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal r.a., ia berkata, “Ketika Rasulullah mengutusku ke Yaman, beliau memerintahkanku untuk tidak mengambil sesuatu pun dari unta yang jumlahnya tidak mencapai tiga puluh ekor.”
•Apabila jumlah sapi mencapai empat puluh ekor, maka zakat yang wajib dikeluarkan adalah satu ekor sapi yang giginya sudah lengkap, yaitu sapi yang berumur dua tahun. Hal ini sebagaimana diterangkan dalam hadits Nabi SAW yang juga diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Mu’adz r.a., ia berkata,” Rasulullah memerintahkanku untuk mengambil satu ekor sapi jantan atau sapi betina yang berumur satu tahun dari setiap tiga puluh ekor sapi, dan satu ekor sapi yang berumur dua tahun dari setiap empat puluh ekor sapi.”
•Apabila jumlahnya lebih dari empat puluh ekor, maka dalam setiap tiga puluh ekor zakatnya adalah satu ekor sapi yang berumur satu tahun. Dan, dalam setiap empat puluh ekor zakatnya adalah satu ekor sapi yang berumur dua tahun.
•Sapi yang berumur dua tahun disebut dengan musinnah karena pada umur ini sapi tersebut telah lengkap giginya, dan disebut juga dengan tsaniyyah.

3.Zakat Kambing
•Dasar kewaiban zakat kambing adalah Sunnah dan Ijma’. Dalam hadits sahih yang diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a. bahwa Abu Bakar r.a. menulis surat kepadanya ketika mengutusnya ke Bahrain, yang dintara isisnya adalah,”Ini adalah kewajiban zakat yang diwajibkan oleh Rasulullah kepada kaum muslimin dan yang dipeintahkan Allah kepada Rasul-Nya”, hingga kata-katanya,”Zakat wajib yang dikeluarkan dari empat puluh hingga seratus dua puluh ekor kambing yang diberi makan dari padang rumput umum adalah satu ekor kambing.”
•Apabila jumlah kambing mencapai empat puluh ekor, baik domba maupun kambing biasa, maka zakatnya adalah satu ekor domba yang berumur enam tahun atau kambing biasa yang berumur satu tahun. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Suwaid bin Ghaflah, ia berkata, “Pada suatu hari, salah seorang kepercayaan Rasulullah datang kepada kami dan ia berkata,”Kami diperintahkan untuk mengambil satu ekor domba betina yang berumur enam bulan dan kambing biasa yang berumur satu tahun.”
•Zakat  tidak wajib dikeluarkan dari kambing yang jumlahnya kurang dari empat puluh ekor. Ini berdasarkan surat Abu Bakar r.a. kepada Anas Bin Malik r.a. yang di antara isinya adalah,” Apabila kambing gembalaan seseorang kurang satu saja dari empat puluh ekor, maka ia tidak wajib mengeluarkan zakat. Kecuali jika pemiliknya menghendaki untuk mengeluarkannya.
•Apabila jumlah kambing mencapai seratus dua puluh satu ekor, maka zakat yang wajib dikeluarkan adalah dua kambing. Hal ini juga sebagaimana terdapat dalam surat Abu Bakar r.a. di atas, yang di antara isinya adalah,” Apabila jumlah kambing lebih dari seratus dua puluh ekor, aka zakatnya adalah dua ekor kambing.”
•Apabila jumlah kambing mencapai dua ratus satu ekor, maka zakat yang wajib dikeluarkan adalah tiga kambing. Ini juga berdasarkan surat Abu Bakar r.a. di atas, yang di antara isinya adalah,”Apabila jumlahnya lebih dari dua ratus ekor, maka zakatnya adalah tiga ekor kambing.”
•Setelah jumlah terakhir ini (dua ratus satu ekor), maka jumlah kambing dan zakat yang wajib dikeluarkan darinya menjadi tetap. Yaitu, dalam setiap seratus ekor kambing zakatnya adalah satu ekor kambing, dalam empat ratus ekor kambing zakatnya adalah empat ekor kambing, dalam lima ratus ekor kambing adalah lima ekor kambing, dalam enam ratus ekor kambing zakatnya adalah enam ekor kambing dan seterusnya.
Di antara isi surat tentang zakat yang ditulis dan di praktikan oleh Abu Bakar r.a. juga dipraktikkan oleh Umar ibnul Khaththab r.a. hingga wafat adalah,”Dalam empat puluh hingga seratus dua puluh ekor kambing, zakatnya adalah satu ekor kambing. Apabila lebih dari satu saja dari seratus dua puluh ekor, maka zakatnya adalah dua kambing, dan ini hingga dua ratus ekor kambing. Apabila bertambah satu dari dua ratus hingga tiga ratus ekor, maka zakatnya adalah tiga ekor kambing. Apabila jumlahnya lebih dari tiga ratus ekor, maka zakatnya tidak lebih dari tiga kambing hingga jumlahnya mencapai empat ratus ekor. Apabila jumlah kambingnya lebih banyak lagi, maka zakat yang wajib dikeluarkan dalam setiap seratus ekor adalah satu ekor kambing.” Demikian riwayat Bukhari dan Muslim.
•Kambing yang tua atau cacat yang tidak bisa digunakan untuk kurban, tidak boleh digunakan untuk membayar zakat, kecuali jika semua kambing yang dimiliki oleh seseorang kondisinya demikian. Begitu juga dengan kambing yang hamil, induk yang sedang merawat anaknya, atau yang baru dikawini oleh kambing jantan karena biasanya kambing yang baru dikawini ini langsung hamil.
Hal ini berdasarkan hadits sahih dari Abu Bakar r.a. ia berkata,
“Tidak boleh digunakan untuk membayar zakat, kambing yang tua dan kambing yang matanya cacat. Juga tidak dikeluarkan sebagai zakat kambing pejantan, kecuali dikehendaki oleh pemiliknya.”
Allah berfirman,
“Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya.” (Al-Baqarah : 267)
Rasulullah juga bersabda,
“Akan tetapi dari harta kalian yang tengah-tengah (tidak terlalu bagus dan tidak terlalu jelek) karena sesungguhnya Allah tidak meminta dari harta kalian yang paling bagus, tidak pula meminta harta kalian yang jelek.”
Dengan demikian, zakat tidak diambil dari kambing yang sangat dsukai oleh pemiliknya, tidak pula dari kambing yang gemuk yang disiapkan untuk dimakan sendiri atau kambing yang banyak makan sehingga menjadi gemuk. Rasulullah bersabda kepada Mu’adz bin Jabal r.a.,
“Jauhilah harta mereka yang berharga.” (Muttafaq Alaih)
•Yang diambil untuk zakat adalah harta yang tidak terlalu bagus dan tidak terlalu buruk. Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah,
“Akan tetapi dari harta mereka yang sedang-sedang.”
•Akan tetapi, kambing yang sakit juga boleh digunakan sebagai zakat apabila semua kambing yang dimiliki oleh seseorang dalam keadaan sakit. Karena zakat merupakan kewajiban yang bersifat toleran. Sehingga, jika seseorang diwajibkan membayar zakat dengan kambing yang sehat,  padahal ia tidak memilikinya dan hanya memiliki kambing-kambing yang sakit, maka hal ini tidaklah bijaksana. Dan dibolehkan membayar zakat dengan kambing kecil, jika semua yang dimilikinya adalah kecil.
•Apabila seseorang berkehendak untuk membayar zakat dengan apa yang lebih baik dari yang wajib ia keluarkan, maka hal itu lebih baik dan lebih banyak pahalanya.
•Apabila sekawanan kambing yang dimiliki oleh seseorang terdiri dari kecil dan besar, sehat dan cacat atau jantan dan betina, maka yang dikeluarkan sebagai zakat adalah yang terbaik dari kedua sifat tersebut, yaitu kambing betina yang sehat dan besra. Maka, cara mengeluarkan zakanya adalah dengan menghitung nilai kelompok kambing yang besar sehingga dapat diketahui zakat yang wajib dikeluarkan dari kelompok tersebut. Begitu juga dengan kambing-kambing yang kecil. Kemudia zakat yang wajib dikeluarkan dibagi di antara keduanya dengan hitungan yang adil.
•Hal ini juga berlaku bagi hewan ternak yang lain yang bercampur antara yang sehat dengan yang cacat atau antara jantan dan betina.
•Apabila zakat wajib dikeluarkan dari kelompok kambing yang besar dan sehat adalah dua puluh ekor, dan zakat yang wajib dikeluarkan dari kelompok kambing yang kecil dan sakit adalah sepuluh ekor, maka diambil setengah dari kelompok pertama dan setengah dari kelompok kedua. Sehingga, yang dikeluarkan seluruhnya adalah lima belas.
•Diantara pembahasan tentang zakat hewan ternak adalah hokum zakat bagi hewan ternak yang dimiliki oleh dua orang atau lebih. Bentuk penggabungan harta yang dimiliki oleh lebih dari satu orang (khilthah) ada dua macam.
Pertama : Khalthatul A’yaan. Yaitu, apabila harta tersebut adalah milik dua orang atau lebih yang antara milik satu orang dengan milik orang lain tidak ada pembeda yang jelas. Seperti jika setengah atau seperempat dari hewan ternak adalah milik salah seorang dari mereka.
Kedua : Khalthatul Aushaaf. Yaitu, apabila perbedaan bagian dari milik masing-masing orang diketahui dengan jelas, akan tetapi semuanya berada dalam satu tempat.
Setiap jenis dari bentuk penggabungan itu mempengaruhi pengeluaran zakat, baik dalam hukum maupun kadarnya. Maka, kedua bentuk penggabungan itu menjadikan harta milik dua orang bagaikan milik satu orang adalah dengan syarat sebagai berikut :
1.Jumlah keseluruhannya mencapai batas nisab. Apabila tidak mencapai batas nisab, maka tidak ada zakat atas harta gabungan tersebut. Jadi zakat wajib dikeluarkan darinya jika jumlah keseluruhannya mencapai batas nisab, walaupun jika dipisahkan kepada bagian masing-masing tidak mencapai batas nisab.
2.Para pemilik harta tersebut adalah orang-orang yang wajib mengeluarkan zakat. Apabila salah seorang  mereka tidak termasuk orang-orang yang wajib mengeluarkan zakat, seperti orang kafir, maka setiap bagian mempunyai hukum masing-masing.
3.Harta gabungan yang berupa binatang ternak, harus berada dalam satu kandang, satu atap, satu tempat berkumpul sebelum pergi ke tempat gembalaan, satu tempat gembalaan, satu tempat pemerahan susu, dan mempunyai pejantan yang sama. Apabila salah seorang pemilik ternak gabungan tersebut memerah susu di tempat tertentu, sedangkan pemilik lainnya memerah susu di tempat lain, atau setiap bagian memiliki tempat gembalaan masing-masing, maka penggabungan tersebut tidak berpengaruh dalam pengeluaran zakat.
Apabila semua syarat di atas terpenuhi, maka harta dua orang atau lebih yang digabungkan dianggap sebagai suatu harta. Hal ini berdasarkan sabda Nabi SAW., “Tidak boleh dicampur antara harta yang terpisah, dan tidak boleh dipisah antara harta yang bercampur karena takut dari kewajiban zakat. Dan, apabila harta tersebut milik dua orang yang digabung, maka keduanya mengambil bagiannya masing-masing dengan sama.” (HR. Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibnu Maajah)
Apabila harta gabungan tersebut berupa empat puluh ekor kambing yang dimiliki dua orang, sedangkan satu orang dari keduanya memiliki satu ekor dan yang lain memiliki tiga puluh sembilan ekor, atau empat puluh ekor kambing tersebut dimiliki oleh empat empat puluh orang dan setiap dari mereka memiliki satu ekor kambing serta kepemilikan mereka terhadap seluuh kambing tersebut mencapai satu tahun dengan terpenuhinya syarat-syarat yang telah disebutkan, maka mereka secara bersamaharus mengeluarkan zakat berupa satu ekor kambing, sesuai dengan kambing yang mereka miliki. Untuk contoh pertama–satu orang memiliki satu ekor dan yang lain memiliki tiga puluh sembilan ekor-, maka orang yang memiliki satu ekor kambing harus membayar seperempat puluh kambing (1%), sedangkan pemilik tiga puluh sembilan ekor kambing harus membayar sisanya. Dalam contoh kedua-setiap orang memiliki satu ekor kambing-, maka setiap orang harus mebayar seperempat puluh kambing (1%). Seandainya tiga orang memiliki seratus dua puluh ekor kambing dan setiap orang memiliki empat puluh ekor kambing, maka setiap orang membayar satu ekor kambing atau setiap orang membayar satu pertiga dari zakat yang harus dikeluarkan.
Menurut Ahmad pemisahan harta juga mempunyai pengaruh dalam pengeluaran zakat itu. Menurut Ahmad, apabila hewan ternak yang dimiliki seseorang terpencar-pencar dan setiap bagian terpisah dari yang lain di atas jarak dimana seseorang boleh mengqashar shalat, maka setiap kawana ternak mempunyai hukum masing-masing dan tidak ada kaitannya dengan bagian yang lain. Jika satu kawanan ternak mencapai batas nisab, maka wajib dikeluarkan zakat darinya. Dan jika tidak, maka tidak wajib membayar zakat. Dan dalam penghitungan zakat, menurut Ahmad setiap bagian tidak digabungkan dengan yang lain.
Jumhur ulama mengatakan bahwa pemisahan harta milik satu orang, tidak berpengaruh bagi pengeluaran zakat. Sehingga secara hukumnya, seluruh ternaknya yang terpisah-pisah tersebut digabungkan menjadi satu.

4.Zakat Kuda, Keledai dan Himar
Tidak wajib zakat bagi hewan yang tidak termasuk dalam hewan bukan ternak: unta, sapi, kerbau, kambing, dan domba. Karena itu tidak wajib zakat pada kuda, baghal, dan keledai kecuali jika untuk diperdagangkan.

BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Pembagian klasifikasi zakat binatang ternak berupa : pemeliharaan hewan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok/alat poduksi, hewan yang di pelihara untuk tujuan memproduksi suatu hasil komoditas tertentu seperti binatang yang disewakan, hewan pedaging atau hewan susu perahan, dan hewan yang digembalakan untuk tujuan peternakan. Jenis hewan ternak seperti inilah yang termasuk dalam kategori aset wajib zakat binatang ternak.
Syarat binatang ternak yang dizakati yaitu : binatang ternak itu adalah unta, sapi, dan kambing yang jinak, bukan kambing liar ; jumlah binatang ternak itu hendaknya mencapai nisab zakat ; pemilik binatang ternak itu telah memiliki binatang itu selama satu tahun penuh ; binatang itu termasuk binatang yang mencari rumput sendiri (sa’imah) atau digembalakan dan bukan binatang diupayakan rumputnya dengan biaya pemilik, tidak dipakai untuk membajak dan sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA
http://adamakalahlengkap.blogspot.co.id/2016/01/zakat-ternak.html
Al-Fauzan, Saleh.2005.Terjemah Al-Mulakhkhasul Fiqhi.(Jakarta : Gema Insani Press) Cet. 1 h.249
Hasan, Ali.2006.Zakat dan Infak ; Salah Satu Solusi Mengatasi Problema Sosial diIndonesia.(Jakarta: Kencana Prenada Media Group)  Cet.1  h.s28
Mufraini, Arief.2006.Akuntansi dan Manajemen Zakat,.(Jakarta: Kencana Prenada Media Group)  Cet.2 h.100-101
Wahbah al-Zuhayly.1995. Zakat Kajian Berbaga Mazhab.(Bandung: PT Remaja Rosda Karya) Cet.1  h. 224
Op Cit, Hasan, Ali. h.31
Sayyid, Sabiq.2006. Fiqih Sunnah 1.(Jakarta Pusat : Pena Pundi Aksara) Cet.1 h. 541

No comments:

Post a Comment